MANUSIA DAN KEINDAHAN, PENDERITAAN SERTA KEADILAN

Mata Kuliah : Ilmu Sosial Budaya Dasar

A. Manusia dan Keindahan

Keindahan atau estetika berasal dari kata Yunani yang berarti merasakan to sense atau to perceive. Pengalaman keindahan termasuk dalam tingkat persepsi dalam pengalaman manusia, biasanya bersifat visual (terlihat) atau terdengar (auditory) walaupun tidak terbatas pada dua bidang tersebut. Pengalaman keindahan mungkin ada hubungannya dengan rasa sentuh, rasa atau bau.

  a) Perbedaan Keindahan Menurut Luasnya Pengertian Yaitu:

  1. Keindahan dalam arti luas, meliputi keindahan seni,alam,moral,dan keindahan intelektual.
  2. Keindahan dalam arti estetis murni, menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang di serapnya.
  3. Keindahan dalam arti terbatas, menyangkut benda yang diserapnya dengan penglihatan.

  b) Nilai Estetik Dapat Digolongkan Menjadi:

  1. Nilai ekstrinsik: Sifat baik suatu benda sebagai alat untuk sesuatu hal lainnya
  2. Nilai intrinsik: Sifat baik dari benda yang bersangkutan atau sebagai suatu Benda itu sendiri.

  c) Sebab-Sebab Manusia Menciptakan Keindahan.

       Alasan atau motivasi dan tujuan seniman menciptakan keindahan:

  1. Tata nilai yang telah usang.
  2. Kemerosotan zaman.
  3. Penderitaan manusia
  4. Keagungan tuhan.

  d) Keindahan Menurut Pandangan Romantik

     (A thing of beauty is a joy forever its loveliness increases; it will never pass into nothingness).

Sesuatu yang indah adalah keriangan selama-lamanya,kemolekan bertambah,dan tidak pernah Berlalu ketiadaan.

Para seniman Romantik Berpendapat keindahan sesungguhnya tercipta dan tidak adanya Ketertaturan. Yakni tersusun dari Daya hidup ,penggambaran,Pelimpahan dan pengungkapan perasaan.

B. Manusia dan Penderitaan

Penderitaan berasal dari kata derita, kata derita berasal dari bahasa Sanskerta “dhara” artinya menahan, menanggung. Derita berarti menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu ialah keluh kesah, kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, dan lain-lain.

Penderitaan termasuk realitas dunia dan manusia. Intensitas penderitaan manusia bertingkat-tingkat, ada yang berat dan ada juga yang ringan. Namun, peranan individu juga menentukan berat-tidaknya Intensitas penderitaan. Suatu perristiwa yang dianggap penderitaan oleh seseorang, belum tentu merupakan penderitaan bagi orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energi untuk bangkit bagi seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.

Akibat penderitaan yang bermacam-macam. Ada yang mendapat hikmah besar dari suatu penderitaan, ada pula yang menyebabkan kegelapan dalam hidupnya. Oleh karena itu, penderitaan belum tentu tidak bermanfaat. Penderitaan juga dapat ‘menular’ dari seseorang kepada orang lain, apalagi kalau yang ditulari itu masih sanak saudara.

a) Contoh-Contoh Penderitaan Yang Membawa Hikmah:

  1. Kierkegaard (1813-1855), seorang filsuf Denmark, sebelum menjadi seorang filsuf besar, masa kecilnya penuh penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya yang pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum menikah dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya, termasuk ibunya, selama dua tahun berturut-turut.
  2. Penderitaan Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai sejak kecil, yaitu sering sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia masih kecil. Keadaan ini menyebabkan ia suka menyendiri, membaca dan merenung diantara kesunyian sehingga ia menjadi filsuf besar.
  3. Filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948). Sebelum dia menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga akibat menyaksikan masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami ketidakadilan.
  4. Filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis. Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi filsuf yang besar.

b) Penderitaan dan Kenikmatan

Tujuan manusia yang popular adalah kenikmatan. Sedangkan penderitaan adalah peristiwa yang selalu dihindari oleh manusia. Penderitaan dan kenikmatan muncul karena alasan “saya suka itu” atau “sesuatu itu menyakitkan”. Aliran yang secara mutlak menghindari penderitaan adalah hedonisme, yaitu suatu pandangan bahwa kenikmatan merupakan satu-satunya tujuan dari kegiatan manusia dan kunci menuju hidup baik.

Penafsiran hedonism ada dua macam:

  1. Hedonisme psikologis yang berpandangan bahwa semua tindakan diarahkan untuk mencapai kenikmatan dan menghindari penderitaan.
  2. Hedonisme etis yang berpandangan bahwa semua tindakan harus ditujukan kepada kenikmatan dan menghindari penderitaan.

c) Penderitaan dan Kasihan

Dalam hal ini muncul pendapat Nietzsche yang memberontak terhadap pernyataan yang berbunyi:”Dalam menghadapi penderitaan itu manusia merasa kasihan”. Menurut Nietzsche penderitaan merupakan suatu kekurangan vitalitas. Kasihan itu merugikan perkembangan hidup. Pandangan Nietzsche tidak dapat disetujui karena :

  1. Di mana letak humanisnya dari aliran existensialisme.
  2. Penderitaan itu ada dalam hidup manusia dan dapat diatasi dengan sikap kasihan.
  3. Tidak mungkin orang yang membantu penderita, menyingkir dan senang bila melihat orang yang menderita.

d) Penderitaan dan Noda Dosa pada Hati Manusia

Penderitaan dapat pula timbul akibat noda dosa pada hati manusia (Al-Gazali, abad ke-11). Menurut Al-Gazali dalam kitabnya, Ihyaa’ Ulumuddin, orang yang suka iri hati, hasad dan dengki akan menderita hukman lahir-batin, dan selalu akan merasa tidak puas dan tidak kenal berterimakasih. Padahal dunia tidak berkekurangan untuk orang-orang disegala zaman.

Obat supaya hati sehat difirmankan Allah sebagai berikut: “Kecuali orang yang datang ke hadirat Tuhan dengan hati yang sucii” (QS :26:89). Jadi, mengedal atau makrifat kepada Allah yang membawa semangat taat kepada Allah dengan cara menentang hawa nafsu, merupakan obat untuk menyembuhkan penyakit dalam hati (menderita gelisah) (Al-Gazali, abad ke-11).

C. Manusia dan Keadilan

a) Pengertian Keadilan

Menurut Aristoteles keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia.Kelayakan diartikan sebagai titik tengah antara kedua ujung ekstrim yg terlalu banyak dan terlalu sedikit.

Beberapa pemikir yang mendefinisikan keadilan adalah:

  1. Plato:Keadilan adalah orang yang dapat mengendalikan diri dan perasaannya di kendalikan oleh akal
  2. Socrates : Memproyeksikan keadilan kepada pemerintah.

Kong hu chu : Keadilan terjadi apabila anak sebagai ayah,ayah sebagai anak dan raja sebagai raja semua melaksanakan kewajibannya.

Menurut pendapat umum keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.Dengan kata lain keadilan keadaan dimana setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan menjalankan apa yang menjadi kewajibannya.

b) Macam-Macam Keadilan

1. Menurut Jenisnya

a. Keadilan Legal atau Keadilan Moral

Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan subtansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya.Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya(The man behind the gun)

b. Keadilan Distributive

Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bila hal-hal yang sama dperlakukan secara sama dan yang tidak sama secara tidak sama(justice is done when equals are treated equally)

c. Keadilan Komulatif

Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.Bagi Aristoteles pengetian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat..Semua tindakan yang menjadikan ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak pertalian dalam masyarakat

2. Menurut Sumbernya

a. Keadilan Individual

Keadilan individual adalah keadilan yang bergantung pada kehendak baik atau kehendak buruk masing-masing individu.

b. Keadilan Sosial

Keadilan sosial adalah keadilan yang pelaksanaannya bergantung pada struktur-struktur itu terdapat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan ideologi.

sumber: 

Sulaiman, Munandar. H, 1988. Ilmu Sosial Budaya Dasar, ERESCO : Jakarta